Sprit dan Mode, Modal Suku Batak Toba Meraih Keberhasilan
Oleh: Rindu Rini Uli Manurung, S.H
Orang Batak adalah dua suku kata yang memiliki makna dan arti tersendiri di kalangan orang luar (bukan Batak).
Orang Batak itu sendiri dipahami sebagai gambaran orang yang tidak mau kalah, terbuka (open), orang yang terus berbicara dan bersuara keras, spontan, pemberani, preman, suka minum tuak, suka main catur, suka main kartu, duduk-duduk di kede/lapo/warung pandai main gitar, dan yang paling terkenal adalah memiliki jiwa perantau.
Tetapi mereka dapat dipandang tersendiri sebagai orang-orang yang bisa berapresiasi, mulai dari seorang seniman, penyanyi yang memiliki suara yang khas dan merdu, pengacara yang sukses dan terkenal, seorang guru yang handal dibidangnya, politikus, memiliki posisi di deretan kabinet pemerintahan, berada dalam deretan kepolisian dan jendral berbintang.
Mungkin sebagian orang yang berada diluar komunitas Batak banyak yang tidak mengetahui bahwa suku Batak itu bukan hanya satu tapi terdiri dari beberapa sub suku lagi. Diantaranya Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola, Batak Mandailing.
Memiliki kemampuan tersendiri dan khas yang mengantarkan orang Batak Toba bisa duduk pada deretan teratas ditiap bidangnya. Bila dilihat kombinasi kedudukan orang Batak Toba tidak kalah dengan yang lainnya di berbagai bidang kehidupan. Mereka bisa duduk berbarengan dengan setiap orang yang memiliki keunggulan yang sama dan dengan latarbelakang yang berebeda-beda.
Didalam bidang pendidikan juga, banyak pelajar ataupun mahasiswa pada umumnya yang menunjukkan tingkat keberhasilan belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa suku lain. Hal ini terbukti dari keberhasilan mereka menyelesaikan studi di tingkat pendidikian yang terendah hingga tertinggi. Mereka tidak hanya berusaha lulus, tetapi lulus dengan nilai terbaik.
Ukuran Keberhasilan
Bagi suku Batak Toba, jalan menuju tercapainya kekayaan dan kehormatan adalah melalui pendidikan anak. Suku Batak Toba meletakkan pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka yang dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak Toba, hagabeon ‘keturunan/anak’baik dalam jumlah dan kualitasnya terutama bagi anak-anak laki-laki, hamoraon ‘kekayaan’ merupakan keberhasilan yang diukur dari aspek materi/walfare dan pengetahuan/knowlagde dan hasangapon ‘kehormatan’atau kedudukan sosial/jabatan/respected.
Ukuran kekayaan sangat sulit kita defenisikan, begitu relatif, tergantung bagaimana kita membandingkannya dan memaknainya. Tidak mungkin ada ukuran yang absolut untuk menentukan sebuah keluarga atau orang apakah kaya atau miskin. Dengan kerendahan hati (haserepon), maka kita dapat mendefenisikan secara absolut, apakah seseorang itu kaya atau miskin. Hal itu terbukti apabila kita dapat saling memberi dan membantu.
Ukuran kehormatan juga tidak selalu sejalan dengan posisi/jabatan seseorang di dalam masyarakat atau lingkunganya. Kehormatan seseorang adalah hasil dari sebuah perjalanan panjang yang dibangun dan dibentuk sendiri oleh pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya sebagai manifestasi dari sistem nilai yang ditunjukkan oleh yang bersangkutan, seperti integritas, trusted person/trustworthy, credible, positive thinking dan walk the talk.
Banyak contoh yang menunjukan orang-orang yang dihormati dalam lingkungannya walaupun jabatan/posisinya tidak tinggi/rendah, sebaliknya banyak juga orang-orang yang sudah memiliki kedudukan/posisi/jabatan yang cukup terhormat, tetapi tidak dihormati di dalam ruang lingkup lingkungannya sendiri.
Demikian juga ukuran hagabeon (banyaknya dan lengkapnya keturunan). Banyaknya keturunan dan lengkapnya keturunan, adalah salah satu cara untuk mencapai 2 (dua) ukuran keberhasilan di atas, yaitu hamoraon dan hasangapon. Juga dengan adanya keturunan, diharapkan nama sesorang (maraga dari ayah) akan diabadikan melalui keturuan-keturuannya tersebut.
Nilai-nilai hagabeon, hamoraon, hasangapon ini pada hakekatnya mengandung prinsip menguasai, menjadi sumber tumbuhnya power motive dan munculnya achievement motive. Karena hanya dengan menunjukkan prestasi, orang akan memiliki pengaruh yang besar.
Pola Pendidikan
Sama seperti suku (etnis) lainnya yang ada di Indonesia memiliki prinsip banyak anak banyak rejeki (anakhon hi do hamoraon di au). Dasar inilah yang membawa orang batak toba menghantarkan keturunannya atau anak-anaknya menjadi orang-orang yang handal.
Mulai saja dengan pola pendidikan yang penting bagi anak itu sendiri. Setiap orang tua memiliki peran dalam membangun pola pewarisan atau nilai-nilai yang memiliki investasi tersendiri untuk mendidik anak. Mulai dari pemberian doa, nasehat (poda), cara pengasuhan yang otoriter namun demokratis, modelling dari orang tua dalam bentuk perilaku nyata atau cerita (story), memberikan bantuan berupa materi maupun non materi, member dukungan, adanya saran dan pemberian penghargaan secara terbuka di lingkungan keluarga, gereja dan kelompok marga atau kelompok masyarakat atas keberhasilan yang diperoleh oleh anaknya.
Inilah cara yang dengan sendirinya memberikan dampak positive bagi anak untuk menjunjung tinggi dan mengutamakan pendidikan.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam keberhasilan suku Batak Toba adalah ajaran agama, kondisi alam yang tandus, kondisi lingkungan sosial, peran orang tua, khususnya peran Ibu yang bersedia berkorban demi keberhasilan anak-anaknya, serta perasaan hosom (dendam), teal (sombong), elat (dengki) dan late (iri) yang membuat orang Batak Toba "tidak mau kalah". Jadi jangan heran jika orang Batak harus menyekolahkan anaknya sampai keperguruan tinggi.
Seperti contoh diantara sekian banyak orang batak yang tinggal di perantauan, banyak yang hanya bermodalkan ongkos, sepasang baju dan tekad. Diperantauan mereka berjuang dari yang paling pahit seperti jual rokok, berdagang di kaki lima, jual koran, pegawai biasa.
Walaupun demikian mereka tidak merasa malu karena menurut teori tidak ada yang langsung enak kecuali jika ayahnya seorang pengusaha atau pemegang jabatan. Orang Batak sangat tekun dalam bekerja. Perkerjaan apapun itu akan dilakukan yang penting jujur itu modal utama. Kebanyakan dari yang pahit tadi menghasilkan buah yang manis karena keuletan, kesabaran dan mereka tidak pernah putus asa dalam mengerjakan sesuatu. Sehingga beberapa tahun kemudian bisa membeli rumah, mobil. atau yang lebih dahsyat lagi mereka bias sekolah lagi sampai jenjang S1, S2, S3 sehingga rejeki semakin nomplok dan inilah bukti bahwa pendidikan sangat penting apapun itu situasinya ada saja jalan jika mau berusaha.
Pembelajaran
Belajar dari keberhasilan suku Batak Toba yang bersumber dari nilai- nilai yang dianut maka dalam upaya pembangunan bangsa perlu terlebih dahulu disepakati adanya values yang berlaku dan didambakan oleh bangsa Indonesia sebagai nilai-nilai yang menjadi sumber motivasi dalam meraih keberhasilan.
Pendidikan itu sangat penting untuk setiap individu. Karena pendidikan inilah yang akan membawa mereka berada dalam posisi atau pola kehidupan yang lebih baik dalam meraih cita-citanya. Seperti yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 dimana Pendidikan memiliki arti sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan Negara.
Keberhasilan suku Batak Toba yang secara umum tidak didukung oleh kehidupan ekonomi yang mencukupi atau terbatas, namun gigih bekerja keras dan berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya, merubah kehidupan dan meraih kesuksesan dan keberhasilan disetiap proses kehidupan. Hal ini dapat dijadikan "spirit" sekaligus "mode" untuk meraih keberhasilan di bidang pendidikan hingga yang tertinggi bagi setipa keluarga Indonesia berstatus ekonomi terbatas dan bisa menjadi panutan baru untuk setiap anak-anak Indonesia bahwa semua (tanpa terkecuali) bisa dicapai asalkan memiliki kemauan dalam doa dan ketekunan. ***
Penulis adalah Alumnus Universitas HKBP Nommensen dan berdomisili di Jakarta
Posted by situmorang
on Rabu, Juli 20, 2011.
Filed under
feature,
Sejarah Batak
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0